Hukum Praktik Saham Pinjam Nama (Nominee Arrangement).

nomineeNominee Arrangement (pinjam nama) dalam praktik sehari-hari adalah penggunaan nama seseorang Warga Negara Indonesia sebagai pemegang saham suatu PT Indonesia atau sebagai salah seorang persero dalam suatu Perseroan Komanditer. Atau lebih jauh lagi, penggunaan nama tersebut sebagai salah satu pemilik tanah dengan status hak milik atau Hak Guna Bangunan di Indonesia. Jadi praktik nominee arrangement tersebut tidak hanya berkaitan dengan penggunaan nama sebagai pemegang saham dalam PT Indonesia, melainkan sampai dengan penggunaan nama dalam pemilikan suatu property di Indonesia.

SUMBER HUKUM

Pasal 33 ayat (1) UU NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL (UUPM).

“Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.”

Pasal 33 ayat (2) UU NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL (UUPM).

“Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.”

Pasal 48 ayat (1) UU NOMOR  40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS (UUPT).

Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.”

Jadi, saham itu wajib atas nama si pemegang sahamnya, tidak bisa nama pemegang saham berbeda dengan pemilik sebenarnya.

Nominee arrangement dilarang dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dengan adanya larangan untuk melakukan praktik nominee arrangement (pinjam nama), maka konsekwensinya adalah: setiap penggunaan nama WNI sebagai pemilik dari sebuah property ataupun saham-saham di Indonesia, dianggap sebagai pemilik yang sah. Karena sebagaimana dinyatakan dalam pasal 48 ayat 1 UU RI No. 40 tahun 2007, maka: ”Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya”.

Dengan demikian, maka walaupun dibuat suatu “counter document” berupa akta Pernyataan atau Akta Pengakuan dan Kuasa” yang menyatakan bahwa sebenarnya si WNI tersebut hanyalah “seolah-olah pemilik” dari saham-saham dimaksud, dan melakukannya atas nama si WNA tersebut, maka yang diakui sebagai pemilik sah di mata hukum tetaplah si WNI dimaksud. Karena “counter document” tersebut dinyatakan batal demi hukum sebagaimana ditegaskan dalam pasal 33 ayat 2 tersebut di atas.

Dalam kasus, dimana penunjuk nominee, tentu sangat dirugikan karena hak-haknya tidak terlindungi oleh hukum. Dengan demikian, mempertanyakan keberlakuan dan keberlangsungan perjanjian nominee Anda, kembali lagi kepada keputusan Anda. Maximizing the minority shareholder’s interest in the company yang lebih kami sarankan. Selain tidak menyalahi ketentuan peraturan perundang-undangan, hak-hak dan kewajiban para pihak dilindungi oleh hukum dan dapat dipaksakan oleh hukum.

Harus dipahami bahwa Komisaris Nominee atau Direksi Nominee tidaklah dapat lepas dari pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana yang dilakukan oleh perseroan sebagaimana yang telah digariskan oleh Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 59 KUHP.  Pasal 155 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, mengakibatkan direksi dapat diminta pertanggungjawabannya secara pidana, atas kesalahan dan kelalaiannya yang mengakibatkan Perseroan Terbatas mengalami kerugian. Pemidanaan terhadap direksi membawa polemik serta pengaruh terhadap kinerja perusahaan, maupun terhadap direksi lainnya.

Pasal 59 KUHP, berbunyi :

“Dalam hal menentukan hukuman karena pelanggaran terhadap pengurus, anggota salah satu pengurus atau komisaris, maka hukuman tidak dijatuhkan atas pengurus atau komisaris, jika nyata bahwa pelanggaran itu telah terjadi diluar tanggungannya”.

*di olah dari berbagai sumber